Manualtherapy pada Cervical Spine
1.
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Keluhan
pada leher dalam praktek fisioterapi bukan merupakan kasus yang tidak asing,
karena merupakan kasus musculoskeletal terbanyak kedua setelah kasus Low Back
Pain.
Neck pain merupakan keluhan
yang sulit ditangani secara tuntas karena susunan anatomis dan fungsi yang
sangat komplek, serta mempunyai resiko tinggi mengingat besar pengaruhnya
terhadap gerak dan fungsi dasar tubuh, mempengaruhi system saraf kuadran atas, serta berpengaruh terhadap pembuluh
darah ke otak.
Tentang
Manualterapi Cervical
Traksi leherhampir semua fisioterapis pernah
melakukannya, latihan gerak pasif juga semua melakukan apalagi latihan gerak
leher aktif, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda.
Manualterapis
melaksanakan pengelolaan secara ilmiah dengan sistematika tersendiri, yang
berpedoman pada neuromusculosceletal mechanism.
Dalam
melaksanakan proses manualterapi harus didasari atas pengetahuan anatomis,
hitologis, topografis, kinesiologis dan patologi marphologis ataupun patologi
fungsional disamping pengetahuan dan ketrampilan pemeriksaan dan intervensinya.
Assessment
untuk menetapkan diagnosis
Pemeriksaan
fisio-manualterapi merupakan metoda deduktif-induktif untuk menetapkan
kelainan, gangguan atau penyakit gerak dan fungsi dan menetapkan problemnya
yang dituangkan dalam diagnosis dan prognosis. Untuk menjaring informasi secara
lengkap dengan cara yang efektif dan efisien diperlukan sistematika dan metoda
pemeriksaan yang baku dan teruji, sebagai berikut:
Anamnesis kesimpulan sementara
Inspeksi kesimpulan sementara pemeriksaan
fungsi gerak dasar t.a
Quick test kesimpulan sementara
Pasive test kesimpulan sementara
Isometricressistedtest kesimpulan sementara
Pemeriksaan khusus kesimpulan sementara
Pemeriksaan tambahan kesimpulan akhir sebagai diagnosis
Intervension
Selanjutnya
dapat ditetapkan goal atau targetnya serta program intervensi fisio-manual
terapi dengan menetapkan metoda dan teknik serta dosisnya.
Pada
manual terapi pendekatan intervensi dengan berjenjang, dari local ke regional,
segmental dan total.
2.
Cervical
Spine dari Sudut Pandang Manualterapi
2.1. Spine
Tulang
belakang tersusun secara rapid an occyput, 7 tulang cervical, 12 thoracal, 5
ruas yang menyatu sacral, 3-5 ruas yang menyatu sebagai coccyx yang dihubungkan
oleh discus dan facets, dimana dalam bidang frontal lurus tetapi dalam bidang
sagital terdapat kurvatur, yaitu: lordose pada cervical dan lumbar, serta
kiphose pada thoracal dan sacrum.
Diperkuat oleh insert
struktur bagian depan korpus sebagai anterior longitudinal ligament, belakang
corpus sebagai posteriorlongitudinal ligament, sebelahdalam canalis spinalis
sebagai plaval ligament antar spinosusprocess sebagai interspinosus ligament
dan supra spinosus ligament serta antar tranvese process sebagai
intertranverariusligamen disamping antara costa iliac ligaments. Diperkuat dan
digerakkan oleh otot-otot intrinsic dan ekstrinsik yang sangat komplek sesuai
dengan lokasinya.
Demikian pula system
saraf dan pembuluh darah yang memeliharanya cukup kompleks pula.
2.2 Cervical spine
Bahwa cervical spine merupakan kolumna
vertebralis yang paling kompleks, dimana secara anatomis dan kinesiologis
memiliki cirri spesifik dan berkaitan dengan temporomandibular joint, shoulder
complex, upper thoracal joint dan upper costae.
Sikap dan gerak yang
terjadi pada cervical spine sendiri juga rumit, dimana sikap/ posisi leher
protusion atau deviation atau rotation akan mempengaruhi gerak dan fungsi leher
secara keseluruhan dan akan menimbulkan patologi tertentu yang harus dikaji dan
dipertimbangkan, baik dalam assessmen maupun intervensinya. Demikian pula gerak
leher yang spesifik secara segmental maupun secara regional sangat besar
kontribusinya dalam spesifikasi patologi, assessmenmaupun intervensi. Cervical
spine memiliki mobilitas yang besar dan spesifik, sehingga menuntut konsekuensi
stabilitas yang besar dan spesifik yang dibentuk secara pasif dan aktif.
3.
Assessmen
Assessmen
merupakan tahp pertama dalam pengobatan, untuk menetapkan permasalahan yang
utama dan penyerta.
Anamnesis khusus
haruslah mengarah, misalnya keluhan nyeri jenis tertentu pada segmentasi
tertentu, oleh provokasi tertentu dan peringanan tertentu pula akan mengarahkan
diagnosis secara tepat.
3.1 Pemeriksaan fungsi gerak dasar
·
Quick test
Merupakan tes seleksi untuk mendeteksi
adanya patologi pada suatu region secara cepat. Tes dilakukan dengan aktif,
kemudian pasif pada akhir gerakan. Pada keluhan regio cervical diperlukan tes
cepat buka tutup mulut untuk temporomandibular joint, abduksi elevasi bahu
untuk shoulder complex, fleksi ekstensi dan tiga dimensi untuk cervical.
Diperhatikan alur gerak, irama gerak, nyeri, bunyi, dan ROM, serta end
feel.
3.2 Pemeriksaan khusus
·
Taction and compression test
Merupakan provokasi dan menghilangkan
tekanan pada jaringan penerima berat badan, seperti disc, facets, dan
uncovertebral joint. Tes ini dapat dilakukan secara bilateral maupun
unilateral.
·
Palpation
Dengan palpasi akan dapat menetapkan titik
atau lokasi patologi pada tendon, otot, ligament, tulang, kulit dan menentukan
kelainan posisi tulang, sendi dll.
·
Segmental test for C0-C1
Pada
posisi leher full flexion cervical difiksasi dengan tangan kemudian dilakukan
gerak pasif fleksi-ekstensi kepala.
·
Segmental test for C1-C2
Pada
posisi leher fleksi dan kepala ekstensi, sambil dilakukan fiksasi pada
tranverse process kemudian dilakukan gerakan kepala rotasi terhadap leher.
·
Segmental testfor C2-C3-4-5-6-7
Padasegmen ini tes dilakukan dengan cara
memfiksasi tulang leher dengan satu tangan, sementara tangan satunya, melakukan
gerakan vertebra cervical atasnya beserta kepala.
·
First costal movement test
Dengan posisi leher rotasi kesatu sisi,
maka costa akan rotasi pada sisiyang sama. Pada posisi inidilakukan tes tekanan
pada costa 1 kearahcaudal.
·
Cervicothoracal junction
Dengan memutar leher seperti di atas
akan diikuti rotasi vertebra thoracalis 1-2-3 dan 4 kesisi yang sama.Gerakan
ini dapat diraba dengan jari yang diletakkan pada spinosus process.
3.3. Pemeriksaan
tambahan
·
X’ray
Informasi
yang sering diperoleh pada x’ray antara lain spodylosis def. dengan osteophyte,
penyempitan foramen intervertebralis, flat curve, calcification dari lig.
Nuchae, dsb. Hal ini dapat menguatkan dugaan diagnosis, tetapi tidak dapat
bediri sendiri.
·
Laboratory
Demikian
pula pada pemeriksaan laboratorium seperti uric acid, CRP, Elysa test dsb.
4.
PENUTUP
Tentu
yang dapat saya sampaikan sangatlah sedikit, namun besar harapan tulisan ini
dapat bermanfaat bagi fisioterapis maupun pembaca lainnya.
5.
DAFTAR
PUSTAKA
Jurnal Ikatan Fisioterapi
Indonesia, edisi Desember 2001, Vol. 3 No. 3 Januari2002, IKATAN FISIOTERAPI
INDONESIA, Jakarta Selatan